Kembali Terasa dan Harapan


Satu persatu kutatap mata dan raut wajah mereka. Ada yang tampak berfikir keras, berusaha mengingat dan mencari kembali file yang sebelumnya di letakkan di dalam hardisk portable buatan Tuhan. Ada juga yang pasrah, karena tak kunjung menemukan jawaban. Bahkan ada juga yang tergesa-gesa, karena dalam waktu yang sama harus menyelesaikan mata kuliah lain, yang biasa kami sebut dengan tahsin, takmil, atau i’adah. Yaitu memperbaiki nilai ataupun melengkapinya. “Tahsin yang ini, takmil yang itu, bingunggg!!!” ungkap salah satu mahasiswi saat suara bel tanda waktu mengerjakan soal sudah habis. Perjuangan memang, tapi itulah kehidupan.

Saat ini, aku bisa dengan bebas menatap dan membaca ungkapan hati yang tersirat dari raut wajah mereka. Raut wajah mahasiswi guru dengan berbagai kesibukan dan tanggungjawab atas amanah yang diberikan oleh Pondok. Berat memang, tapi besar manfaatnya.

Sementara, mahasiswi lainnya berebut tempat duduk di ruang bagian paling kanan gedung Mesir, ruang 209 dan 210. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengarjakan soal di luar ruangan, karena ke dua ruangan tersebut suadah penuh. Itulah ruangan yang digunakan untuk mahasiswi yang melakukan tahsin, takmil, dan i’adah. Penyebabnya banyak sekali, di antaranya tidak masuk kuliah tanpa izin, pindah prodi ataupun fakultas, nilai rendah karena tidak belajar, dan lain sebagainya. Sakit memang, tapi itulah tanggungjawab.

Seketika pikiranku melayang, terbang ke arah masa lalu. Layaknya mimpi, seolah hanya sekilas merasakan apa yang mereka rasakan saat ini. Semua itu meninggalkan kesan walaupun  sangat berat saat dijalani. Seiring berjalannya waktu, masa demi masa kami lalui. Menjadi pelajar KMI, alumni, pengajar KMI, mahasiswi UNIDA, dan wisudawati UNIDA XXV. Hingga akhirnya masa itu sampai di ujung batas. Itulah proses regenerasi, membawa estefet amanah Pondok yang berisikan nilai-nilai luhur dari para pendirinya. Tentunya, kualitas nilai dan miliu yang sampai pada kita saat ini berkaitan erat dengan proses estafetnya dan begitu seterusnya. Hingga akhirnya, kita dapat melihat kualitas estafet yang sedang kita lakukan saat ini setelah kita beranjak dan kembali ke masyarakat. Akankah kita tersenyum? Atau menyesal? Karena kita salah satu orang yang bertanggungjawab atas estafet tersebut. Semoga seluruh penyampai estafet di Pondok ini paham dan benar-benar mengerti akan arti proses sebuah estafet, sehingga keberkahan dan nilai-nilai luhur para pendiri Pondok ini sampai kepada generasi ke generasi tanpa terkecuali.

Tinggalkan komentar